Tertarikkah Anda memiliki sebuah bisnis yang bermodal kecil? Sudah modalnya kecil, risikonya juga kecil. Anda bisa melakukan bisnis ini di mana pun Anda berada, kapan pun Anda menginginkannya, dan yang paling enak, ada konsultan yang akan memberikan saran-saran yang Anda butuhkan agar Anda bisa berhasil di bisnis tersebut. Bila selama ini Anda selalu punya keinginan untuk memiliki bisnis sendiri, mungkin bisnis seperti itulah Anda butuhkan. Mungkin Anda terperangah. Apa iya bisnis semacam itu? Ada dong. Malah, banyak sekali orang yang sudah berbondong-bondong menjalankan bisnis ini, yang ketika pada awalnya umumnya dilakukan secara sampingan, sebelum akhirnya - dilakukan secara full time. Tertarik? Simak lebih lanjut.
Gambaran Sederhana
Saya akan coba menggambarkan bisnis ini dengan sebuah cara yang sederhana. Pertama-tama, saya ingin Anda memejamkan mata dan mencoba mengingat-ingat: pernahkah dalam suatu waktu dalam hidup Anda, Anda menjual sesuatu kepada teman Anda? Anda memiliki seorang teman dan Anda menjual katakan jam tangan Anda pada dia. Ya, mungkin tidak harus jam tangan. Anda mungkin pernah menjual sebuah baju, sebuah celana, atau sepasang sepatu. Ingat, Anda tidak memiliki bangunan untuk Anda memajang barang-barang tersebut, tapi hanya ada Anda, barang yang Anda jual, dan pembeli Anda.
Pernah? Saya rasa hampir 90 persen Anda pernah melakukannya. Oke, sekarang apa yang Anda dapatkan dari penjualan tersebut? Yang jelas Anda akan mendapatkan keuntungan eceran, di mana Anda membeli barang tersebut dari suatu tempat entah di mana dengan harga tertentu, dan Anda menjual lagi barang itu kepada teman Anda dengan harga yang lebih tinggi. Sebagai contoh, Anda membeli barang dengan harga Rp 10.000, dan menjual lagi barang itu dengan harga Rp 13.000 . Selisih antara harga jual dan harga beli itulah keuntungan eceran Anda. Nah, itu baru dari satu barang. Sekarang bayangkan kalau Anda tidak hanya memiliki satu barang untuk dijual, tapi belasan, puluhan, ratusan, bahkan ribuan barang. Ibaratnya, Anda seperti toko serba ada, di mana apa saja yang orang butuhkan, Anda memilikinya. Yang jelas, ini berarti Anda akan memiliki bukan hanya keuntungan eceran dari satu barang saja, tapi dari banyak sekali barang yang Anda jual.
Harus Ada Bangunan?
Gambaran Sederhana
Saya akan coba menggambarkan bisnis ini dengan sebuah cara yang sederhana. Pertama-tama, saya ingin Anda memejamkan mata dan mencoba mengingat-ingat: pernahkah dalam suatu waktu dalam hidup Anda, Anda menjual sesuatu kepada teman Anda? Anda memiliki seorang teman dan Anda menjual katakan jam tangan Anda pada dia. Ya, mungkin tidak harus jam tangan. Anda mungkin pernah menjual sebuah baju, sebuah celana, atau sepasang sepatu. Ingat, Anda tidak memiliki bangunan untuk Anda memajang barang-barang tersebut, tapi hanya ada Anda, barang yang Anda jual, dan pembeli Anda.
Pernah? Saya rasa hampir 90 persen Anda pernah melakukannya. Oke, sekarang apa yang Anda dapatkan dari penjualan tersebut? Yang jelas Anda akan mendapatkan keuntungan eceran, di mana Anda membeli barang tersebut dari suatu tempat entah di mana dengan harga tertentu, dan Anda menjual lagi barang itu kepada teman Anda dengan harga yang lebih tinggi. Sebagai contoh, Anda membeli barang dengan harga Rp 10.000, dan menjual lagi barang itu dengan harga Rp 13.000 . Selisih antara harga jual dan harga beli itulah keuntungan eceran Anda. Nah, itu baru dari satu barang. Sekarang bayangkan kalau Anda tidak hanya memiliki satu barang untuk dijual, tapi belasan, puluhan, ratusan, bahkan ribuan barang. Ibaratnya, Anda seperti toko serba ada, di mana apa saja yang orang butuhkan, Anda memilikinya. Yang jelas, ini berarti Anda akan memiliki bukan hanya keuntungan eceran dari satu barang saja, tapi dari banyak sekali barang yang Anda jual.
Harus Ada Bangunan?
Kalau mau jualan, kita mesti punya semacam toko, dong. Begitu mungkin Anda berpikir. Ternyata tidak selalu demikian. Lho, lalu bagaimana orang tahu bahwa Anda memang menjual barang-barang tersebut? Jawabannya adalah dari perkenalan. Kalau Anda dikenal oleh teman-teman Anda satu sekolah dulu bahwa Anda sering menjual jam tangan, maka setiap kali teman-teman Anda akan mencari jam tangan, mereka pasti akan datang kepada Anda. Itu karena Anda sudah dikenal sebagai penjual jam tangan. Jadi di sini, Anda tidak perlu punya bangunan untuk memajang barang-barang Anda kan? Anda hanya perlu dikenal sebagai penjual barang tersebut.
Namun demikian, katakan saja Anda memiliki bangunan untuk memajang barang-barang jualan Anda, mungkin penjualan Anda akan meningkat. Akan tetapi sebanyak-banyaknya barang dagangan, mentok-mentoknya berapa sih? Ditambah lagi, adanya bangunan mungkin membuat Anda harus memiliki waktu khusus untuk menjaga toko Anda. Perlu diingat pula, Anda mungkin harus membeli stok dalam jumlah yang cukup banyak karena barang-barangnya memang banyak sekali. Ini berarti, Anda harus keluar modal yang cukup besar. Jadi di sini, Anda memang akan mendapatkan keuntungan eceran. Tapi keuntungan itu baru akan Anda dapatkan kalau Anda menjual. Nah kalau Anda sakit bagaimana? Keuntungan eceran Anda mungkin akan berhenti.
Membangun Jaringan Pemasaran
Namun demikian, katakan saja Anda memiliki bangunan untuk memajang barang-barang jualan Anda, mungkin penjualan Anda akan meningkat. Akan tetapi sebanyak-banyaknya barang dagangan, mentok-mentoknya berapa sih? Ditambah lagi, adanya bangunan mungkin membuat Anda harus memiliki waktu khusus untuk menjaga toko Anda. Perlu diingat pula, Anda mungkin harus membeli stok dalam jumlah yang cukup banyak karena barang-barangnya memang banyak sekali. Ini berarti, Anda harus keluar modal yang cukup besar. Jadi di sini, Anda memang akan mendapatkan keuntungan eceran. Tapi keuntungan itu baru akan Anda dapatkan kalau Anda menjual. Nah kalau Anda sakit bagaimana? Keuntungan eceran Anda mungkin akan berhenti.
Membangun Jaringan Pemasaran
Jadi, daripada Anda mengandalkan diri Anda sendiri (di mana bisa saja sewaktu-waktu Anda sakit dan terpaksa harus berhenti menjual), kenapa Anda tidak membangun jaringan orang yang melakukan persis seperti yang Anda lakukan? Jadi disini, apa yang Anda lakukan adalah dengan membuka sebuah jaringan pemasaran (network marketing). Di dalam jaringan tersebut terdapat belasan, puluhan, bahkan mungkin ratusan ribu orang yang melakukan penjualan persis seperti yang Anda lakukan. Masing-masing dari mereka akan mendapatkan keuntungan eceran persis seperti yang Anda dapatkan. Sehingga kalau Anda berhenti dan tidak bisa menjual, entah karena sakit atau karena apa pun, jaringan pemasaran Anda akan terus menjual dengan atau tanpa Anda.
Kalau dilihat, bisnis ini mirip-mirip seperti bisnis waralaba. Es Teler 77 misalnya.
Kalau dilihat, bisnis ini mirip-mirip seperti bisnis waralaba. Es Teler 77 misalnya.
Es Teler 77 adalah nama sebuah warung makanan dan minuman yang sangat terkenal milik pengusaha Indonesia bernama Sukyatno Nugroho. Saya tidak pernah melihat catatan keuangannya, tapi yang jelas Es Teler 77 didatangi banyak sekali pengunjung, entah untuk sekadar minum es, makan bakso, mi ayam, siomay atau apa pun itu. Nah, bila Es Teler 77 hanya memiliki satu tempat saja (selanjutnya kita sebut outlet), maka bila outlet itu ramai, mungkin akan makin besar keuntungan yang didapatkan oleh pemiliknya. Namun akibatnya dalam jangka panjang satu outlet tersebut harus terus-menerus buka untuk bisa terus mendapatkan pengunjung yang datang. Coba bayangkan apa yang akan terjadi bila terjadi sesuatu dan outlet tersebut terpaksa tidak bisa dibuka?
Di sini, pemilik Es Teler 77 bisa buka cabang. Dia bisa membuka 1, 2, 10, bahkan 100 cabang. Masalahnya, seringkali buka cabang itu butuh biaya. Semakin banyak cabang yang dibuka, akan makin besar biaya yang dibutuhkan. Pemilik Es Teler 77 bisa saja menawarkan hak untuk membuka Es Teler 77 itu kepada pihak lain yang memiliki modal. Sebagai contoh, kalau Anda punya uang sejumlah minimal tertentu, Anda bisa datang ke kantor Es Teler 77, dan membeli hak untuk bisa membuka cabang Es Teler 77. Kalau Anda lulus tes, maka Anda akan mendapat dukungan berupa pembagian rahasia resepnya, konsep pelayanannya, desain interior yang disarankan, dan sebagainya dan sebagainya yang memang sudah terbukti berhasil menarik pengunjung. Makanya kalau Anda datang ke outlet Es Teler 77 di mana pun, pelayanannya sudah baku. Mulai dari seragam pelayannya, sampai cita rasa makanan yang disajikan.
Lalu apa yang didapatkan oleh pemilik awal Es Teler 77 dari outlet yang Anda buka? Jawabannya ini: Anda harus membagi hasil penjualan Anda setiap tahunnya kepada pemilik awal Es Teler 77. Ini disebut royalti. Semakin banyak orang yang tertarik memiliki outlet Es Teler 77, semakin besar royalti yang masuk ke pemilik awal. Dan biasanya, jumlah outlet yang dibuka bisa lebih banyak dengan sistem waralaba daripada kalau pemilik Es Teler 77 itu membuka cabang dengan biaya sendiri. Ini juga yang terjadi pada Restoran McDonald, di mana sekarang rata-rata ada satu cabang McDonald yang buka tiap harinya di seluruh penjuru dunia, sehingga dari tahun ke tahun, royalti yang masuk ke pemilik awal McDonald bukannya mengecil tapi malah makin besar.
Di sini, pemilik Es Teler 77 bisa buka cabang. Dia bisa membuka 1, 2, 10, bahkan 100 cabang. Masalahnya, seringkali buka cabang itu butuh biaya. Semakin banyak cabang yang dibuka, akan makin besar biaya yang dibutuhkan. Pemilik Es Teler 77 bisa saja menawarkan hak untuk membuka Es Teler 77 itu kepada pihak lain yang memiliki modal. Sebagai contoh, kalau Anda punya uang sejumlah minimal tertentu, Anda bisa datang ke kantor Es Teler 77, dan membeli hak untuk bisa membuka cabang Es Teler 77. Kalau Anda lulus tes, maka Anda akan mendapat dukungan berupa pembagian rahasia resepnya, konsep pelayanannya, desain interior yang disarankan, dan sebagainya dan sebagainya yang memang sudah terbukti berhasil menarik pengunjung. Makanya kalau Anda datang ke outlet Es Teler 77 di mana pun, pelayanannya sudah baku. Mulai dari seragam pelayannya, sampai cita rasa makanan yang disajikan.
Lalu apa yang didapatkan oleh pemilik awal Es Teler 77 dari outlet yang Anda buka? Jawabannya ini: Anda harus membagi hasil penjualan Anda setiap tahunnya kepada pemilik awal Es Teler 77. Ini disebut royalti. Semakin banyak orang yang tertarik memiliki outlet Es Teler 77, semakin besar royalti yang masuk ke pemilik awal. Dan biasanya, jumlah outlet yang dibuka bisa lebih banyak dengan sistem waralaba daripada kalau pemilik Es Teler 77 itu membuka cabang dengan biaya sendiri. Ini juga yang terjadi pada Restoran McDonald, di mana sekarang rata-rata ada satu cabang McDonald yang buka tiap harinya di seluruh penjuru dunia, sehingga dari tahun ke tahun, royalti yang masuk ke pemilik awal McDonald bukannya mengecil tapi malah makin besar.
Sumber : perencana keuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar